Shaum dalam bahasa
Indonesia diterjemahkan menjadi puasa. Shaum adalah perintah yang juga
sudah diberikan kepada nabi – nabi sebelum nabi Muhammad SAW, karena
agama memang terus menerus mengajak manusia untuk bertransformasi agar
siap menghadapi tantangan zaman yang selalu berubah bentuk. Organisme
yang mampu survive bukanlah yang paling kuat, tetapi yang paling mampu
beradaptasi terhadap keseimbangan alam yang bersifat dinamis, tidak
statis. Puasa diambil dari kata upawasa (sanksekerta), dimana upawasa
mengandung arti ‘mendekatkan diri kepada Maha Pencipta’. Lantas bagaimana hubungan puasa dengan perubahan?
Ilmuwan-ilmuwan fisika
quantum dan noetic science banyak melakukan explorasi internal diri
manusia. Banyak pertanyaan seputar tubuh manusia, seperti misalkan
kenapa sel dan jaringan tubuh bisa terorganisir dengan rapi dengan
organisasi yang memiliki kemampuan desentralisasi. Dimanakah letak
kesadaran sel? Jawabanya mengarah bahwa sel-sel tersebut (materi fisik)
ternyata dikendalikan oleh medan kesadaran spiritual yang diantarai oleh
mind (dikenal juga dengan istilah mind-body-spirit). Perubahan kebiasan
yang dilakukan selama berpuasa lebih kurang 30 hari berturut-turut
tentunya juga mengubah ketiga faktor tersebut.
Perubahan pola materi yang
dimasukkan ke dalam tubuh (makanan/minuman) tentunya mengubah pola
kerja hormon/kelanjar dan perangkat-perangkat lain di tubuh. Dengan
energi dari luar yang lebih sedikit masuk ke tubuh maka otak tidak
mampu berlama-lama dalam fase gelombang Beta (fase ‘sadar penuh’, mudah
marah, gelisah, terburu-buru, dsb). Dalam keadaan puasa, otak berusaha
mencari keseimbangan homeostatis baru dengan bergeser-geser ke
gelombang Alpha, Theta & Delta. Kemampuan menangkap informasi di
Alpha, Theta & Delta lebih akurat daripada di kondisi Beta, dan
inilah yang diistilahkan oleh Malcolm Gladwell dengan Blink (berpikir
tanpa berpikir). Dengan demikian maka terjadi upgrade otak dan system
saraf yang menghasilkan kecerdasan holistic. Apalagi jika puasa tersebut
dilakukan secara masal di saat yang sama, maka gelombang otak antar
individu yang saling berinterferensi akan memberikan hasil yang luar
biasa. Munculnya kecerdasan inilah yang menjadi modal untuk menjadi
manusia unggul. Makanya Al Qur’an menyebutkan diwajibkan berpuasa agar
menjadi orang yang taqwa (menjadi no 1), dimana ciri-ciri taqwa a.l
adalah kemampuan mengendalikan diri (menahan marah, memberi maaf),
kemampuan berbagi rizki, dan selalu optimis karena berorientasi /
berpusat kepada yang Maha Kuasa.
Namun muncul pertanyaan
lagi, kenapa kok puasa Ramadhan rutin dilakukan setiap tahun tetapi
masyarakat ataupun organisasi masih belum banyak kemajuan dalam menuju
yang lebih baik? Tentunya kita bisa menduga-duga bahwa mungkin dalam
menjalankan ibadah puasa masih kurang menangkap maknanya, dan yang
paling mungkin adalah setelah bulan puasa kembali kepada kebiasaan
sebelum puasa. Akibatnya otak dan sistem syaraf yang sudah terupgrade
tadi kembali downgrade ke kondisi sebelum puasa. Otak kembali didominasi
oleh gelombang Beta, sibuk dengan menghitung angka-angka tapi tidak
memiliki keyakinan mau ke mana arah yang dituju. Bahkan banyak
organisasi untuk menentukan arahnya butuh arahan dari konsultan luar.
Padahal seharusnya arah tujuan adalah berasal dari internal kita karena
berdasarkan keyakinan kita terhadap visi. Peran pihak luar adalah
memberi masukan opsi-opsi strategi, atau cara yang dipilih berdasarakan
beberapa scenario industri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar