Friksi antara jemaah suatu mesjid akibat kontroversi
mengenai arah kiblat masjid, seringkali terjadi. Kadang satu minggu arah
karpetnya sesuai dengan arah mesjid tersebut, dan minggu selanjutnya
arah karpet sedikit digeser sesuai keyakinan jemaah lain, demikian
seterusnya. Bahkan tidak jarang satu kelompok memisahkan diri tidak mau
shalat di mesjid tersebut karena menganggap arah kiblatnya salah,
sementara DKM dan jemaah lainnya justeru berkeyakinan sebaliknya. Semua
itu bisa terjadi karena perbedaan piranti penentu arah kiblat yang
mereka gunakan, ditunjang dengan probabilitas kesalahan piranti tersebut
yang relatif tinggi dalam beberapa kasus, serta kesalahan persepsi
dalam teknis penggunaannya.
Dari sekian teknik penentuan arah kiblat, yang paling umum
dilakukan adalah dengan cara menghitung azimuth arah kiblat berdasarkan
koordinat geografis tempat dimaksud serta koordinat geografis Ka`bah di
Makkah, dengan menggunakan ilmu ukur trigonometri bola (spherical trigonometri).
Setelah azimuth arah kiblat diketahui, selanjutnya dicari arah utara
geografis dengan menggunakan kompas magnetik. Kemudian dengan alat bantu
busur, titik arah kiblat pun dapat diketahui.
Walaupun teknik dan piranti yang digunakan sama, namun masalah akan timbul antara pengguna yang menghiraukan terhadap nilai variasi magnetik serta nilai deviasi, dengan pengguna yang tidak menghiraukannya sama sekali (a priori),
meski nilai perbedaannya tidak terlalu signifikan. Ini disebabkan
karena arah utara yang dicari seharusnya adalah arah utara sebenarnya (true north), sedangkan yang ditunjuk oleh jarum kompas adalah arah utara magnetik (magnetic north), sementara terdapat selisih nilai antara kedua arah utara tersebut yang dikenal dengan istilah variasi magnetik (magnetic declination),
dan nilainya pun tidak konstan, melainkan fluktuatif tergantung lokasi
dan waktu, untuk bulan Mei 2009 di Bandung, nilai variasinya mencapai
0.811°-0.814° ke arah Timur, oleh karenanya nilai sudut utara yang
ditunjukkan oleh jarum kompas akan lebih besar dari nilai
utara sebenarnya. Demikian pula dengan nilai deviasi
sebagai akibat dari salah baca jarum kompas karena terpengaruh
benda-benda magnetik di sekitarnya. Sebagai contoh, ketika penulis
diminta untuk mengalibrasi mesjid milik Disbudpar Kota Bandung saat
sedang direnovasi, dengan disaksikan sang Pimpro yang tampak keheranan,
jarum kompas selalu berubah arah setiap digeser perubin.
Ada lagi yang penentuannya menggunakan kompas kiblat,
apabila kompas magnetik memiliki rentang sudut 0°-360°, sementara kompas
kiblat rata-rata memiliki rentang nilai 0-400. Ketika kompas kiblat
digunakan tanpa mengacu kepada indeks nilai yang tertera dalam buku
panduannya secara khusus atau mengacu namun indeks nilainya tidak
terupdate, maka pengguna kompas kiblat akan berselisih pendapat tentang
arah kiblat dengan pengguna kompas magnetik yang belum tentu benar.
Solusi dari Yang Maha Kuasa
Untuk mengatasi friksi tersebut, Allah SWT memberikan
solusi yang jitu, yaitu dengan cara memberi peluang kepada manusia untuk
dapat menentukan arah kiblat melalui bayang-bayang benda pada saat
Matahari berkulminasi relatif tepat di atas Ka`bah, situasi ini terjadi
satu tahun dua kali, yaitu pada tanggal 27 Mei (tahun pendek) atau 28 Mei (tahun kabisat) pukul 12.18 WM (Waktu Makkah), serta pada tanggal 15 Juli (tahun pendek) atau 16 Juli (tahun kabisat) pukul 12.26 WM. Moment ini dikenal dengan istilah Istiwa` al A’zham atau Rashd al Qiblah yang mana durasi waktunya antara 5 sampai 10 menit per kejadian.
Karena selisih waktu antara Makkah dengan Indonesia wilayah
Barat adalah 4 jam, maka untuk dapat memanfaatkan bayang-bayang benda
sebagai penunjuk arah kiblat, masyarakat Bandung dan sekitarnya dalam
lingkup WIB pada tanggal 27 Mei nanti (2009 bukan tahun kabisat), harus mengidentifikasi bayangan benda pada pukul 16.18 WIB. Pada saat itu, setiap bayangan benda yang berdiri tegak lurus akan mengarah tepat ke zat (`ayn)
Ka`bah. Inilah saat yang tepat untuk mengalibrasi tempat shalat kita,
apakah itu masjid atau pun mushalla rumah. Secara faktual teknik
tersebut dapat diberlakukan dalam toleransi sehari sebelum dan sesudah
tanggal dimaksud pada waktu yang sama, karena pada kisaran itu,
deklinasi matahari masih relatif tepat di atas lintang Ka`bah.
Kendala Penggunaan Istiwa` al A’zham
Pada dasarnya teknik penentuan arah kiblat dengan menggunakan moment Istiwa` al A’zham
merupakan teknik paling sederhana namun memiliki nilai akurasi tinggi
dibanding dengan menggunakan piranti kompas magnetik yang sangat rentan
dengan interferensi eksternal. Namun itu bukan berarti tanpa kendala,
karena teknik di atas, jelas tidak akan bisa dilaksanakan apabila cuaca
dalam keadaan mendung, terlebih hujan, seperti cuaca saat ini. Atau bagi
mereka yang tinggal di daerah dengan selisih waktu 5 jam lebih dengan
Makkah, karena pada saat matahari berkulminasi di atas Ka`bah, di daerah
tersebut matahari justeru telah terbenam.
Sayang memang, tetapi tidak perlu khawatir, karena saat ini
dengan teknologi yang semakin canggih, para ilmuwan muslim telah
berhasil menciptakan berbagai software yang dapat menjejak posisi
berbagai benda langit secara presisi. Al hasil, di mana pun, kapan pun
dan pada kondisi apa pun, kita dapat mencari arah kiblat dengan mudah,
siang atau malam tidak menjadi halangan. Inilah teknik astronavigasi
lain untuk mencari arah kiblat. Salah satu software yang masuk kategori freeware untuk aplikasi java yang bisa diinstall di handphone adalah Cepmuvakkit
dari Turki. Software tersebut terbilang komplit, di dalamnya tertanam
jadwal shalat, konversi kalender Hijriyah-Miladiyah, sampai posisi dan
kondisi dari matahari serta bulan disajikan secara lengkap dan mudah
untuk disetting ulang sesuai tempat.
Informasi arah kiblat yang diberikan oleh Cepmuvakkit
benar-benar mumpuni, selain arah kiblat dari utara sebenarnya, juga
ditampilkan arah kiblat dari utara magnetik berikut nilai variasi
magnetiknya, plus jarak dari Ka`bah ke kota yang dimaksud. Kelebihan
dari Cepmuvakkit adalah arah kiblat dapat ditentukan
baik siang maupun malam, melalui bantuan garis bayangan yang dibentuk
oleh cahaya yang dipancarkan matahari atau cahaya yang dipantulkan
bulan. Hanya dengan meletakkan handphone di tempat datar, serta
menyimpan pensil secara tegak lurus tepat di lingkaran matahari atau
bulan yang diatur bayangannya hingga sama lurus dengan garis bayangan
yang tertera di display, maka arah kiblat dengan mudah dapat diketahui
sesuai arahan garis kiblat pada display handphone.
Terakhir, setelah diketahui arah kiblat yang
sebenarnya, maka berlapangdadalah bagi siapa pun yang tidak sesuai
hasilnya, karena sesunguhnya kiblat yang paling sempurna sudah tertanam
di dalam hati kita.
Walillâhilhamd!
Penulis: Harry Yuniardi, Dosen Fiqh STAI Baitul Arqom, Fakultas Syariah UIN SGD Bandung, Ketua LTN NU.
(Artikel ini pernah dimuat dalam koran Pikiran Rakyat, 27 Mei 2009)