Jika kamu ingin tahu kedudukanmu disisi Allah, maka lihatlah kedudukan Allah di hatimu
> Foto Karta-NU  > Mari Kita Luruskan Arah Kiblat  > AHLUSUNNAH WAL JAMA’AH  > Cara Bertaubat  > Kilas Sejarah Seputar Pendirian NU; Dukungan KH Kholil Bangkalan terhadap KH. Hasyim Asy’ari  > Indonesia Menunggu Orang Saleh yang Muslih  > Afrokhi Abdul Ghani (Penulis Buku Putih Kiyai NU) Ngumpet !!  > Idul Adha  > MARS MUSLIMAT NU  > MARS FATAYAT NU  > MARS GP ANSOR  > MARS IPPNU  > MARS IPNU  > Khutbah Idul Fitri  > Bacaan Bilal Sholat Tarawih & Do’a Sholat Tarawih  > Tasyabbuh bil Kuffar  > Bid’ah Dholalah, Apakah Itu?  > Dalil Yasinan  > Susunan Bacaan Tahlil  > Mencium Tangan Ulama dan Guru  

Sabtu, 23 Juli 2011

KH. Abdul Karim (Pendiri PP Lirboyo Kediri)



KH. Abdul Karim
Pendiri PP Lirboyo Kediri
 
            Nama beliau adalah KH. Abdul Karim namun saat kecil nama beliau adalah Manab. Lahir di desa Diangan Kewadenan Mertoyudan kabupaten Magelang pada tahun 1856. Ayahnya bernama Abdul Rahim dan Ibunya bernama Salamah. Beliau ditinggal ayahnya pada saat usianya yang masih belia.
 
          Karena kondisi ekonomi yang semakin melemah mka saat usia 14 tahun Manab (nama kecil KH. Abdul Karim) di ajak  kakaknya Aliman untuk hidup mandiri dengan berkelana mencari ilmu ketanah jawa timur. Awalnya beliau menuntut ilmu tentang dasar-dasar agama di Babadan Gurah  Kediri. Kemudian dilanjutkan ke Pesantren Cepoko Nganjuk selama 6 tahun, di lanjutkan ke Pesantren Trayang Bangsri Kertosono Nganjuk. Kemudian dilanjutkan ke Pesantren Sono Sidoarjo, pesantren yang terkenal dengan ilmu Nahwu dan Sharafnya. Dia disana selama 7 tahun dan dibiayai oleh kakaknya. 
 
Setelah menguasai Alfiyah ibnu Malik beliau lanjutkan belajarnya ke pesantren Kedungporo Sepanjang Surabaya. Kemudian dilanjutkan dengan menyebrang ke Bangkalan kepada KH. Khalil, guru dari para ulama-ulama besar di tanah jawa. Dia sana ia belajar sambil bekerja karena kakaknya tak lagi membiayainya. 
 
         Beliau ini menimba ilmu di Bangkalan selama 23 tahun, merupakan waktu yang tidak sebentar. Tak pelak ilmu Manab sangat mendalam, wawasannya pun juga luas. Akhirnya pada suatu hari KH. Khalil berkata pada Manab “ Nab, Baliyo ! ilmuku wes entek”(Nab, pulanglah ilmuku saudah habis). Dan akhirnya beliau Pulang dari Bangkalan. 
 
Karena cintanya pada Ilmu beliau sampai lupa untuk menikah, Manab menikah pada usia 50 tahun dengan Khadijah binti KH. Shaleh yang saat itu berusia  15 tahun.
 Setelah menikah beliau diberi sebidang tanah oleh mertuanya di Lirboyo. Lirboyo sendiri pada saat itu terkenal dengan desa yang angker karena banyak penyamun dan perampok. Pak lurah menyambut baik kedatangan Manab agar dapat merubah keadaan desa yang jauh dari kebenaran Agama. Namun masyarakat merasa tidak suka bahkan pernah meneror dan mengintimidasi. Namun Manab tetap teguh dan kuat dalam pendiriannya untuk mengamalkan ilmunya di Lirboyo. Ia ingin merubah masyarakan agar dapat mengetahui kebenaran dan ilmu agama.
 
          Berkat kegigihannya akhirnya beliau dapat membangun sebuah mushalla, yang merupakan cikal bakal jadinya sebuah pondok yang besar sehingga seperti saat ini. Karena lambat laun didatangai para santri dari penjuru daerah di Nusantara.
 
Manab mempunyai keinginan untuk menunaikan rukun Islam yang ke-5 yang sangat besar. Beliau ingin menyempurnakan keislamannya dengan pergi ke Baitullah. Berita tersebut terdengar pada kalangan masyarakat disekitarnya. Dan akhirnya beliau dapat menunuaikan ibadah Haji dari sedekah orang-orang yang datang kerumahnya. Setelah haji nama beliau diganti dengan Abdul Karim.
 
           Ulama yang sederhana ini pulang ke Rahmatullah pada hari Senin tanggal 21 Ramadlan 1374 H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Anda pengunjung yang ke